Posted on Leave a comment

Penentuan Kalor Reaksi Berdasarkan Hukum Hess

​Hukum Hess berkaitan dengan reaksi-reaksi yang dapat dilangsungkan menurut dua atau lebih cara ( lintasan).

Misalnya?

Reaksi antara karbon (grafit) dengan oksigen membentuk karbon dioksida. Jika kita mempunyai 1 mol karbon dan 1 mol oksigen, maka kedua zat ini dapat bereaksi. membentuk 1 mol karbon dioksida.

Coba lihat reaksinya.

‌Cara-1: Reaksi satu tahap

Satu mol karbon dan satu mol oksigen sehingga membentuk 1 mol karbon dioksida.

C(s) + O2(g) —-> CO2(g)

‌Cara-2: Reaksi dua tahap

Tahap 1: Satu mol karbon mula-mula direaksikan dengan 1/2 mol oksigen (setelah mol oksigen masih tersisa), sehingga membentuk 1 mol karbon monoksida.

C(s) + 1/2 O2(g) —-> CO(g)

Tahap 2: Gas karbon monoksida yang terbentuk pada tahap1 direaksikan dengan 1/2 mol oksigen yang tersisa, sehingga terbentuk 1 mol karbon dioksida.

CO(g) + 1/2 O2(g) —-> CO2(g)

Jika Tahap-1 dan Tahap-2 menurut cara yang kedua ini dijumlahkan, ternyata hasilnya sama dengan Cara-1 yaitu reaksi 1 mol karbon dengan 1 mol oksigen membentuk karbon dioksida.

Tahap-1: C(s) + 1/2 O2(g) —-> CO(g)

Tahap-2: CO(g) + 1/2 O2(g) —-> CO2(g)

______________________________________+

                  C(s) + O2(g) —-> CO2(g)

Pada tahun 1940, berdasarkan percobaan yang dilakukannya, Henry Hess menemukan bahwa kalor reaksi tidak bergantung pada lintasan, tetapi pada keadaan awal dan keadaan akhir. Artinya, jika keadaan awal dan keadaan akhir sama maka kalor reaksi adalah sama, meski berlangsung menurut lintasan yang berbeda.

Perhatikan entalpi pada kedua cara tadi.

Cara-1:

C(s) + O2(g) —-> CO2(g)      ∆H=-397kJ…(1)

Cara-2: 

Tahap-1:C(s) +1/2 O2(g) —-> CO(g) ∆H= – 111….(2)

Tahap-2: CO(g) + 1/2 O2(g) —-> CO2(g)  ∆H= -283 kJ…(3)

______________________________________+

            C(s) + O2(g) —-> CO2(g) ∆H= -394 kJ

Hess menyimpulkan penemuannya dalam suatu hukum yang kita kenal sebagai hukum Hess:” Kalor reaksi hanya bergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir, tidak pada lintasan”. Dengan kata lain, kalor reaksi total sama dengan jumlah kalor tahap-tahap reaksinya. Hukum Hess juga disebut hukum penjumlahan kalor.

Sekarang coba kalian tentukan jumlah kalor reaksi berdasarkan hukum Hess.

diketahui:

(1) H2(g) + F2(g) —-> 2HF(g)   ∆H= -537 kJ

(2) C(s) + 2 F2——-> CF4(g)      ∆H= -680kJ

(3) 2C(s)+2 H2(g)—–> C2H4(g) ∆H= 52.3 kJ

 Tentukanlah entalpi reaksi:

(4) C2H4(g) + 6 F2—–> 2 CF4(g) + 4HF(g)  ∆H =?  

Posted on 1 Comment

Asal- usul Nama Unsur Baru dalam Tabel Periodik

​Kalian sudah up to date kan tentang nama unsur baru yang selama ini dalam tabel periodik lama tertera Uut, Uup, Uus, Uuo?

Kalau belum, bisa loncat dulu ke sini

Nah, nama- nama tersebut antara lain Nihonium (Nh), Moscovium (Mc), Tennessine (Ts), Oganesson (Og).

Agak hard spelling yah..:)

Tahukah kalian darimana penamaan unsur- tersebut?

Sesuai dengan aturan yang berlaku kriteria penamaan unsur didasarkan pada konsep dengan urutan tempat penemuan, nama penemu, sifat unsur, atau jenis mineralnya.

Nama dari semua unsur baru juga harus memiliki akhiran yang mengikuti golongannya. Unsur baru yang berada pada golongan 1-16 memiliki akhiran ‘-ium‘ seperti unsur ke-113, nihonium, , dan ke-115, moscovium, , akhiran ‘-ine‘ untuk unsur golongan 17 (halogen), yaitu unsur ke-117, tennessine, dan akhiran ‘-on‘ untuk unsur golongan 18 (gas mulia), yaitu unsur ke-118, oganesson. 

Nama ini diajukan untuk memberikan hubungan langsung antara unsur yang baru ditemukan tersebut dengan tempat dimana ia ditemukan. 

Unsur Nihonium (Nh) adalah nama yang diajukan untuk unsur ke-113 seperti yang bisa kita duga dari namanya ditemukan oleh group peneliti dari Jepang yakni RIKEN , Kosuke Morita dengan memborbardir Bismut dengan Zn-70. Jepang dalam bahasa aslinya adalah Nihon atau Nippon yang berasa dari dua huruf kanji nichi artinya matahari dan hon artinya asal, dimana jika diartikan artinya ‘tempat asal matahari’. Unsur ini adalah elemen pertama yang ditemuan oleh orang Asia.

Unsur ke-113 ini adalah unsur pertama yang ditemukan oleh negara di benua Asia. Ketika mempresentasikan ajuan ini, tim penemu berharap kebanggaan dan kepercayaan masyarakat akan sains akan menggantikan kepercayaan yang hilang pada para korban bencana reaktor nuklir Fukushima pada tahun 2011 silam.(sumber)

Dua unsur lainnya yaitu unsur dengan nomor atom 115 dan 117 ditemukan dari hasil kerjasama ilmuwan Rusia (Institute of Nuclear Research & Oak Ridge) dan Amerika (lawrence Livermore National Laboratories). Penamaan dua unsur ini berdasarkan pada wilayah geografis penemuannya. Moskovium (Mc) diambil dari nama ibukota Rusia yakno Moskow dimana Institute of Nuclear Research berada, sedangkan nama Tenessin (Ts) diambil dari salah satu wilayah di negeri Paman Sam yaitu Tennessee tempat dimana banyak riset mengenai superheavy element dilakukan.

Unsur terakhir yakni dengan nomor atom 118 diberi nama Oganesson (Og) sebagai penghargaan terhadap ahli fisika Rusia Yuri Oganessian, yang merupakan pemimpin group riset yang menemukan unsur ke-117.Banyak pencapaian yang telah dilakukannya, termasuk penemuan unsur superberat dan membuktikan island of stability pada pita kestabilan inti secara eksperimen.

Setelah unsur-unsur periode ke-7 lengkap ditemukan, kini laboratorium di dunia sudah mulai bekerja untuk menemukan unsur-unsur pada periode ke-8 dalam tabel periodik. Selain itu, para peneliti juga bekerja bersama untuk mengidentifikasi lebih lanjut unsur nomor atom112, Copernicium (Cn) (Cn) dan unsur superberat lainnya yang sebelumnya telah ditemukan.

Cek lagi yuk tabel periodiknya, sudah yang terbarukah?

Posted on Leave a comment

Cara Pengambilan Keputusan dengan Monte Carlo Simulation

​Apakah simulasi Monte Carlo itu?

Simulasi Monte Carlo secara sederhana dari rentang data yang ada dan dengan jumlah eksperimen (pengambilan data) yang cukup banyak, seperti apa distribusi peluang data2 tersebut muncul. Lebih sederhana lagi, jika kita ingin membeli barang A, misalnya, berapa kemungkinan besar harga barang A yang akan kita temui jika kita mengetahui rentang harganya. Hasil simulasi ini kemudian bisa kita gunakan utk banyak hal lain, termasuk jg mengevaluasi rute-rute atau pilihan-pilihan yang kita inginkan.

Monte Carlo Simulation adalah salah satu teknik asesmen risiko berciri kuantitatif yang diakui dalam penerapan ISO 31000 Risk Management Standard. Teknik ini secara eksplisit tercantum dalam dokumen pendukung ISO 31000 yaitu “ISO31010 Risk Assessment Techniques”.

Konsep dasar dari Metode Monte Carlo dalam menyelesaikan persamaan diferensial adalah kebolehjadian langkah acak (random walk). Berdasarkan pendekatan dalam proses langkah acak, maka di dalam metode Monte Carlo dikenal dua tipe pendekatan yang cukup populer, yaitu tipe fixed random walk dan floating random walk. Tipe floating random walk adalah model Monte Carlo yang mengizinkan jumlah walker selalu berubah dalam simulasi, cara floating random walk bisa kacau karena dalam simulasi bisa timbul sedikit walker (kebanyakan terbunuh dalam proses) dan banyak walker ( timbul walker baru dalam proses) sehingga tipe floating random walk spesifik untuk satu aplikasi sedangkan tipe fixed random walk adalah model Monte Carlo yang menggunakan jumlah walker yang konstan jadi walker ini bertahan hidup sampai akhir simulasi sehingga untuk beberapa aplikasi hal ini lebih baik dari tipe floating random walk .
Ide pertama dicetuskan Enrico Fermi di tahun 1930an. Pada saat itu para fisikawan di Laboratorium Sains Los Alamos sedang memeriksa perlindungan radiasi dan jarak yang akan neutron tempuh melalui beberapa macam material. Namun data yang didapatkan tidak dapat membantu untuk memecahkan masalah yang ingin mereka selesaikan karena ternyata masalah tersebut tidak bisa diselesaikan dengan penghitungan analitis.
Lalu John von Neumann dan Stanislaw Ulam memberikan ide untuk memecahkan masalah dengan memodelkan eksperimen di komputer. Metode tersebut dilakukan secara untung-untungan. Takut hasil karyanya dicontek orang, metode tersebut diberi kode nama ―Monte Carlo. Penggunaan metode Monte Carlo membutuhkan sejumlah besar angka acak sehingga seiring dengan berkembangnya metode ini, berkembang pula pseudorandom number generator yang ternyata lebih efektif digunakan daripada tabel angka acak yang terlah sebelumnya sering digunakan untuk pengambilan sampel statistik.

Bagaimana contoh pengaplikasian Monte Carlo Simulation?

Hal pertama yang harus ditentukan diketahui sebelum melakukan simulasi dengan metode Simulasi Monte Carlo adalah sebaran peluang dari peubah yang akan disimulasi. Berdasarkan kepada sebaran peluang tersebut nantinya akan diperoleh data, yakni dengan menggunakan bilangan acak. Banyak cara dapat digunakan untuk membangkitkan bilangan acak, misalnya dengan menggunakan dadu (cata manual) atau program komputer (cara mekanis). Penggunaan program komputer sangat

menunjang untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses simulasi.

Cara yang umum digunakan untuk membangkitkan bilangan acak pada simulasi kornputer adalah dengan rnenggunakan Pseudo Random Generator, yang telah menjadi fungsi pustaka pada bahasa pemograman komputer. Pada bahasa BASIC, pembangkit bilangan acak dinyatakan dengan RND, sedangkan pada bahasa FORTRAN dinyatakan dengen fungsi RAN(X) atau RANF(-1). Secara bertahap, langkah-langkah utama yang harus dilakukan di dalam proses simulasi Monte Carlo adalah sebagai berikut:

  1. Penentuan sebaran peluang untuk peubah acak pokok dari sistem yang dianalisis atau diiimulasi. Sebaran peluang suatu peubah dapat dipedeh dari data historis, percobaan, atau dari suatu pilihan yang bersifat apriori (perkiraan). Sebaran peluang yang sering digunakan pada simulasi Monte Carlo dapat dibedakan atas dua macam, yahi: (1) sebaran tiikrit dan (2) sebaran kontinu. Beberapa sebaran diiskrit standar yang sering digunakan adalah sebaran: (a) Binomial. (b) Poisson, (c) Geomettik, dan (d) Hyper- Geometrik. Selain itu, sebaran diskrit tidak standar juga dapat dinah untuk kondisi tertentu. Sedangkan sebaran kontinu yang sering diiunakan adalah sebaran: (a) Normal, (b) Eksponensial, (c) Gamma, (d) Erlang, dan (8) Uniform. Sebaran tidak standar juga dapat dinakan untuk kondisi tertentu (Djojamato, 1993). Fungsi yang menyatakan sebaran peluang di atss dikenal dengan ktilah Fungsi Kepekatan Peluang (Probability Density Funtion – PDF). Mengubah PDF ke dalam bentuk kurnulatifnya, sehingga diperoleh Fungsi Ditribmi Kumulatif (Cumulative Distribution Function – CDF) dari peubah sistsm yang diiknulasi. Hal ini akan menjamin bahwa hanya ada satu nilai peubah yang berhubungan dengan satu nilai bagian acak.

  2. Mengambil satu contoh dari CDF dengan menggunakan bilangan acak, untuk menentukan nilai spesifik dari peubah yang akan digunakan pada ulangan simulasi.

  3. Melakukan simulasi dengan ulangan yang cukup. Simulasi dengan bantuan komputer dapat dilakukan dengan ulangan yang lebih banyak tanpa ada masalah.sumber

Posted on 2 Comments

Hubungan Mol dengan Jumlah Partikel, Massa, Volume dan Molaritas

Belajar tentang partikel, kita harus mengetahui satuan dari partikel. Banyaknya partikel dinyatakan dalam satuan mol. Satuan mol sekarang dinyatakan sebagai jumlah patikel (atom, molekul, atau ion) dalam suatu zat. Para ahli sepakat bahwa satu mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12,0 gram isotop C-12 yakni 6,02 x 1023 partikel. Jumlah partikel ini disebut Bilangan Avogadro (NA = Number Avogadro) atau dalam bahasa Jerman Bilangan Loschmidt (L). Bilangan Avogadro (L) ditemukan oleh Johann Loschmidt pada 1865. Nama Avogadro dipilih sebagai penghormatan kepada Avogadro karena beliau orang pertama yang mengusulkan perlunya satuan jumlah partikel. Adapun nama Loschmidt diabadikan sebagai simbol bilangan tersebut, L.

Bagaimana hubungan mol dengan jumlah partikel?
Hubungan mol dengan jumlah partikel dapat dirumuskan:

kuantitas (dalam mol) =  jumlah partikel / NA
atau jumlah partikel = mol x NA

Contoh soal:
Suatu sampel mengandung 1,505 x 1023 molekul Cl2, berapa mol kandungan Cl2 tersebut?

Jawab:
Kuantitas (dalam mol) Cl2 =  jumlah partikel Cl2 / NA =  1,505 x 1023 / 6,02 x 1023= 0,25 mol

Bagaimana hubungan mol dengan massa?
Hubungan antara mol dengan massa adalah:
Kuantitas (dalam mol) = Massa senyawa atau unsur (gram) / Massa molar senyawa atau   unsur (gram/mol).

Bagaimana hubungan mol dan volume?
Hubungan mol dan volume di bagi dua yaitu pada keadaan standar dan non standar.
1.Gas pada keadaan standar
Pengukuran kuantitas gas tergantung suhu dan tekanan gas. Jika gas diukur pada keadaan standar, maka volumenya disebut volume molar. Volume molar adalah volume 1 mol gas yang diukur pada keadaan standar. Keadaan standar yaitu keadaan pada suhu 0 °C (atau 273 K) dan tekanan 1 atmosfer (atau 76 cmHg atau 760 mmHg) atau disingkat STP (Standard Temperature and Pressure).

Besarnya volume molar gas dapat ditentukan dengan persamaan gas ideal:  PV= nRT
P = tekanan = 1 atm
n = mol = 1 mol gas
T = suhu dalam Kelvin = 273 K
R= tetapan gas = 0,082 liter atm/mol K

Maka:
P V = nRT
V =1 x 0,082 x 273
V = 22,389
V = 22,4 liter
Jadi, volume standar = VSTP     = 22,4 Liter/mol.
Dapat dirumuskan:  V = n x Vm
n     = jumlah mol
Vm  =  VSTP = volume molar
Contoh soal:
1) Berapa kuantitas (dalam mol) gas hidrogen yang volumenya 6,72 liter, jika diukur pada suhu 0 °C dan tekanan 1 atm?
Jawab:
Kuantitas (dalam mol) H2 =  volume H2/ VSTP
= 6,72 L / 22,4 mol/L
=   0,3 mol
2) Hitung massa dari 4,48 liter gas C2H2 yang diukur pada keadaan standar!
Jawab:
Kuantitas (dalam mol) C2H2
= volume C2H2 / VSTP
=  4,48 / 22, 4
= 0,2 mol
Massa C2H2 = mol x Massa molar C2H2
= 0,2 mol x 26 gram/mol
= 5,2 gram
3) Hitung volume dari 3,01 x 1023 molekul NO2 yang diukur pada suhu 0 °C dan tekanan 76 cmHg!
Jawab:
kuantitas (dalam mol) NO2 = jumlah partikel /NA
=  3,01 x 1023 partikel / 6,02 x 1023 partikel/mol
= 0,5 mol
Volume NO2  = mol x VSTP
= 0,5 mol x 22,4 L/mol
= 11,2 liter
2. Gas pada keadaan nonstandar
Jika volume gas diukur pada keadaan ATP (Am-bient Temperature and Pressure) atau lebih dikenal keadaan non–STP maka menggunakan rumus:
P V =  n R T
P = tekanan, satuan P adalah atmosfer (atm)
V = volume, satuan Vadalah liter
n  = mol, satuan nadalah mol
R  = tetapan gas = 0,082 liter atm / mol K
T  = suhu, satuan T adalah Kelvin (K)
Contoh soal:
Tentukan volume 1,7 gram gas amonia yang diukur pada suhu 27 °C dan tekanan 76 cmHg!
Jawab:
n = massa amonia / massa molar amonia
=   1,7 gram / 17 gram/mol
= 0,1 mol
P               = (76 cmHg / 76 cmHg)   x 1 atm = 1 atm
T               = (t + 273) K = 27 + 273 = 300 K
P V           = n R T
1 atm × V = 0,1 mol × 0,082 L atm / mol K × 300 K
V              = 2,46 L

Bagaimana hubungan mol dengan Molaritas?
Molaritas larutan didapatkan dengan membagi mol per volume.

Posted on 2 Comments

Svante August Arrhenius, Ahli Kimia Fisik yang Terkenal dengan Teori Elektrolitnya

​Siapa yang tidak kenal Arrhenius?

Teori tentang elektrolitnya yang mendapatkan hadiah nobel tahun 1903 membuatnya terkenal.

Ternyata tidak hanya nobel, dia juga mendapatkan beberapa penghargaan lain yaitu Medali Davy Society dan Medali Faraday dari Chemical Society, Tahun 1914 dan Franklin Medal, Tahun 1920.
Pada tahun 1884, Svante Arrhenius mengemukakan teori elektrolit yang sampai saat ini teori tersebut tetap bertahan padahal ia hampir saja tidak diberikan gelar doktornya di Universitas Upsala, Swedia, karena mengungkapkan teori ini. Menurut Arrhenius, larutan elektrolit dalam air terdisosiasi ke dalam partikel-partikel bermuatan listrik positif dan negatif yang disebut ion (ion positif dan ion negatif) Jumlah muatan ion positif akan sama dengan jumlah muatan ion negatif, sehingga muatan ion-ion dalam larutan netral. Ion-ion inilah yang bertugas mengahantarkan arus listrik. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan elektrolit.

Larutan ini memberikan gejala berupa menyalanya lampu atau timbulnya gelembung gas dalam larutan.

Larutan elektrolit mengandung partikel-partikel yang bermuatan (kation dan anion). Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Michael Faraday, diketahui bahwa jika arus listrik dialirkan ke dalam larutan elektrolit akan terjadi proseselektrolisis yang menghasilkan gas. Gelembung gas ini terbentuk karena ion positif mengalami reaksi reduksi dan ion negatif mengalami oksidasi. C
Svante Arrhenius yang lahir pada 19 Februari 1859 memasuki sekolah katedral sejak usia 8 tahun dan lulus sebagai siswa termuda kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Uppsala tahun 1876 dan pindah ke Stockholm karena tidak puas dengan dosen Kimianya di Uppsala. Di Stockholm Svante Arrhenius mengambil pendidikan di Swedish Academy of Sciences tahun 1881 di bawah bimbingan fisikawan Erik Edlund.

Karena beasiswa perjalanan yang didapatkannya dari Swedish Academy of Sciences, Svante Arrhenius bisa kuliah dengan Ostwald di Riga (Latvia), di Würzburg Jerman bersama Friedrich Kohlrausch, dengan Ludwig Boltzmann di Graz, Austria, dan juga di Amsterdam dengan van ‘t Hoff. 

Pada tahun 1891 Svante Arrhenius menolak tawaran sebagai pengajar di Giessen, Jerman setelah Svante Arrhenius mengajar sejak tahun 1889 Svante Arrhenius di Stockholm University College, tahun 1895 Svante Arrhenius dipromosikan menjadi profesor fisika dan menjadi rektor di tahun 1896 dan juga menjadi dosen fisika di Stockholms Högskola tahun 1895. Setelah pensiun Svante Arrhenius mendapatkan undangan untuk menjadi guru besar di Berlin.

Svante Arrhenius terlibat dalam pendirian Nobel Institutes dan Penghargaan Nobel, Svante Arrhenius juga terpilih sebagai anggota Royal Swedish Academy of Sciences pada tahun 1901, menjadi anggota Komite Nobel untuk bidang Fisika dan Kimia. Saat Nobel Institut berdiri di Stockholm untuk riset Fisika tahun 1905 Svante Arrhenius diangkat sebagai rektor hingga pensiun pada tahun 1927. Selain itu Svante Arrhenius juga menerima beasiswa penelitian dari Royal Society pada tahun 1910 dan terpilih sebagai Anggota Kehormatan Luar Negeri Amerika Akademi Seni dan Ilmu Pengetahuan tahun 1912. Karena dedikasinya dalam perkembangan serta kemajuan ilmu fisika dan kimia, tahun 1903 Svante Arrhenius menjadi orang Swedia pertama yang menerima Nobel Prize di bidang kimia kemudian tahun 1914 Svante Arrhenius menerima medali dari Davy Society dan juga medali Faraday dari Chemical Society, selain itu Svante Arrhenius juga menerima gelar kehormatan dari berbagai universitas seperti Universitas Birmingham, Cambridge, Edinburgh, Greifswald, Groningen, Heidelberg, Leipzig dan Oxford.sumber
Svante Arrhenius juga dikenal sebagai ilmuwan yang telah menulis buku-buku tentang fisika dan kimia, tahun 1900 mengeluarkan buku teori elektrokimia berjudul Lärobok i teoretisk elektrokemi, 1903 menerbitkan buku tentang fisika kosmis Lehrbuch der Physik kosmischen, Theorien der Chemie sebuah buku tentang teori kimia terbit tahun 1906 dan Theories of solutions tahun 1918. Tahun 1919 bukunya tentang kimia dan kehidupan modern dengan judul Kemien och det moderna livet diterbitkan serta masih banyak buku-bukunya yang terbit dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa untuk acuan dalam mempelajari ilmu fisika dan kimia.

Posted on Leave a comment

Teori Phlogiston pada Proses Pembakaran

Pada artikel sebelumnya telah dipaparkan tentang teori yang digeser oleh ilmuan Lavoisier yaitu teori Phlogiston. Sekarang mari kita bahas teori phlagiston lebih detail pada proses pembakaran dan tokoh-tokoh dibaliknya.
​Sejak zaman purba orang telah mengenal api karena api mempunyai sifat panas yang dapat membakar dan bercahaya maka api telah dianggap dewa. Dewasa ini telah diketahui bahwa api memegang peranan penting dalam berbagai proses kimia.

Proses pembakaran merupakan suatu hal yang penting bagi para ahli kimia sehingga mereka melakukan eksperimen dan atas hasil eksperimen itu mereka mengemukakan pendapatnya.

Ide awal teori phlogiston berasal dari Johann Joachim Becker (1635-1682) yang kemudian menarik perhatian Gerge Ernst Stahl (1660-1734). Teori phlogiston pada prinsipnya menyatakan:
semua materi mengandung zat ringan yang disebut phlogiston;suatu reaksi kimia merupakan perpindahan phlogiston dari suatu materi ke materi yang lain.
Becher dan Stahl memberikan contoh pada pembakaran suatu logam, massanya akan berubah menjadi lebih berat dibandingkan massa logam awal. Logam akan kehilangan phlogiston sehingga berubah menjadi calx logam (sekarang disebut oksida logam). Untuk memperoleh kembali logam tersebut, calx harus dibakar bersama karbon yang kaya phlogiston, karena phlogiston semula sudah hilang di udara. Calx akan menyerap phlogiston dari udara sehingga berubah menjadi logam semula.sumber
Teori ini sebagian hanyalah usaha ahli kimia dalam lingkungan pencerahan yang menyanjung rasionalisme, percobaan dan kemajuan sambil mengutuk mitos. Walau begitu, juga jelas kalau beberapa gagasan utama alkimia (termasuk transmutasi logam) tidak pernah ditunjukkan. Di tahun 1667, Johann Joachim Becher menerbitkan Physical Education yang menyebutkan teori phlogiston pertama kalinya. Dalam bukunya, Becher menyusun unsur menjadi air dan tiga jenis tanah: terra lapidea, terra fluida dan terra pinguis. Terra pinguis adalah unsur yang memiliki sifat berminyak, belerang atau mudah terbakar. Becher percaya kalau terra pinguis adalah ciri utama pembakaran dan terlepas saat zat yang dapat dibakar terbakar.
Salah satu penerus teori ini adalah dokter dan kimiawan Jerman, Georg Ernst Stahl, yang menyerang alkimia dengan ganas (setelah merasa tertipu dengannya) dan mengajukan teori kimia baru yang luas. Stahl menemukan kesejajaran antara pembakaran bahan yang dapat terbakar dan pengkapuran logam – pengubahan logam menjadi kalx nya atau oksidanya. Ia menyarankan kalau kedua proses ini terdiri dari hilangnya cairan material, yang dimiliki setiap zat yang bisa terbakar, yang ia sebut phlogiston.sumber

 Pada tahun 1960-1966, ia menjadi guru besar ilmu kedokteran di kota Mainz dan kemudian menjadi penasehat ekonomi dari kaisar Leopold I di Wina.
Becher berpendapat bahwa pembakaran itu adalah pembakaran itu adalah suatu proses penguraian dan bagian yang ringan atau bagian yang mudah terbakarakan hilang. Pendapat Becher ini kemudian dikembangkan oleh George Ernst Stahl pada tahun 1731.

Gerge Ernst Stahl, seorang dokter dan ahli kimia bangsa Jerman. Ia lahir di kota Ancbach Bavaria pada Bavaria pada 21 Oktober 1660. Ia diangkat menjadi dokter pribadi raja Frederick I dari Prussia hingga ia meninggal dunia di kota Berlin pada 14 Mei 1734.
Pada dasarnya Stahl dapat menerima pendapat Becher tentang terra pinguis pada suatu benda, hanya ia memakai istilah“flogiston” untuk itu. Kata flogiston berasal dari kata Yunani “phlox” yang berarti nyala api. Apabila suatu benda terbakar atau suatu logam dikapurkan maka flogiston akan keluar dari benda tersebut dan akan diberikan kepada udara di sekitarnya. Jadi menurut Stahl, pada hakekatnya semua benda mengandung flogiston. Hanya saja ada yang banyak dan ada yang sedikit kandungan flogistonnya.
Bahan-bahan yang terbakar dengan hebat dan meninggalkan sedikit residu (misalnya kayu) dianggap memiliki kadar flogiston yang sangat tinggi, sedangkan bahan-bahan yang tidak mudah terbakar dan berkorosi (misalnya besi), mengandung sangat sedikit flogiston. Udara tidak memiliki peranan dalam teori flogiston. Tiada eksperimen kuantitatif yang pernah dilakukan untuk menguji keabsahan teori flogiston ini, melainkan teori ini hanya didasarkan pada pengamatan bahwa ketika sesuatu terbakar, kebanyakan objek tampaknya menjadi lebih ringan dan sepertinya kehilangan sesuatu selama proses pembakaran tersebut. Secara umum, teori flogiston dapat dirumuskan sebagai berikut.
Massa benda yang dibakar = Massa sisa pembakaran + massa gas flogiston
Teori flogiston menjelaskan bahwa flogiston hanya dapat keluar apabila ada medium yang menerimanya, misalnya udara. Karena udara terbatas jumlahnya, maka udara akan lekas jenuh kepada flogiston dan tidak dapat lagi menampungnya. Hal inilah yang menyebabkan padamnya api atau zat yang terbakar tadi. Flogiston adalah alat untuk menjelaskan peristiwa kimia, terutama mengenai proses pembakaran. Dengan demikian, teori ini dapat bertahan satu abad lamanya, walaupun pada tahun 1630 Jean Rey telah mengatakan bahwa pertambahan berat timah bila dipanaskan disebabkan oleh partikel-partikel kecil udara tergabung dengan timah tersebut. Pendapat Jean Rey ini dapat dikatakan mendekati teori pembakaran yang sekarang kita kenal, yaitu bahwa proses pembakaran suatu zat itu adalah reaksi kimia antara zat tersebut dengan oksigen.sumber

Posted on 1 Comment

Antoine Laurent Lavoisier sang Ilmuwan Penggeser Teori Plogiston

​Siapa Antoine Laurent Lavoisier?

Apa itu teori Plogiston?

Dan apa yang ia lakukan terhadap teori plogiston?

Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) merupakan kimiawan Prancis yang telah melakukan berbagai ekperimen yang sangat mendasar bagi ilmu kimia. Temuan yang paling penting adalah teori tentang pembakaran yang menggeser teori plogiston.

Bagaimana sejarahnya?

Di awal abad XVIII, ilmuwan percaya bahwa zat yang dapat terbakar mengandung plogiston. Ketika suatu zat terbakar, plogistonnya dilepas ke udara. Proses terbakar akan berhenti jika plogistonnya telah dilepas habis atau udara tidak dapat lagi menyerap plogiston dari zat itu. Sesuai dengan teori ini, maka zat yang tetbakar akan berkurang massanya. Akan tetapi, ilmuwan mengamati bahwa beberapa zat justru bertambah massanya ketika terbakar. Pada massa itu, ilmuwan belum begitu paham benar pengertian massa. Malah sebagian dari mereka menganggap bahwa plagiston dapat bermassa negatif. Meskipun teori plagiston tampak tidak masuk akal  pada masa sekarang, namun selama lebih dari satu abad ilmuwan meyakininya. Hal itu dapat dipahami mengingat pengetahuan kimia pada masa itu memang masih sangat sederhana, begitu juga cara pengembangannya.
Pada tahun 1774, Joseph Priestly, ilmuwan Inggris, menemukan oksigen. Priestly menemukan bahwa oksigen terbentuk pada pemanasan oksida merkuri. Dia menamakan gas itu sebagai dephlogisticated air karena dia menemukan bahwa suatu zat akan terbakar lebih baik dalam gas tersebut daripada dalam udara. Dia menamai demikian karena beranggapan  bahwa gas tersebut lebih menyerap plogiston daripada udara. Hal itu juga bearti bahwa gas tersebut mengandung lebih sedikit plagiston daripada udara. Di akhir tahun, Priestly menceritakan tentang gas tersebut kepada Lavoisierdan menyatakan bahwa gas tersebut merupakan bagian dari udara (pada masa itu ilmuwan menganggap udara sebagai satu komponen tunggal). Informasi itu membantu Lavoisier mengembangkan teori pembakaran.

Pada tahun 1777, Lavoisier menyatakan ide baru tentang udara. Udara terdiri dari 2 jenis gas, salah satunya bereaksi dan bergabung dengan zat yang terbakar. Hal itu menjelaskan mengapa xat yang terbakar massanya bertambah dan mengapa sebagian dari udara terpakai. Dia menunjukkan bahwa gas yang digunakan untuk pembakaran adalah gas yang oleh Priestly dinamai dephlogisticated air. Lavoisier kemudian memberi nama oksigen untuk gas itu. Tahun 1790, ilmuwan menerima ide Lavoisier tersebut dan menolak teori plogiston meskipun Priestly tidak.

Posted on Leave a comment

Harry Kroto, pemenang Nobel Kimia telah meninggal dunia

3456Sir Harry Kroto, seorang pemenang hadiah nobel kimia Inggris yang ikut menemukan bentuk baru dari karbon telah meninggal di usia 76 tahun. Kroto terkenal karena perannya dalam mengungkap karbon yang mampu “eksis” dalam bentuk struktur seperti bola sepak namun berongga, struktur tersebut dinamakan “buckminsterfullerene” seperti bangunan kubah berbentuk sama yang diproduksi oleh arsitek Amerika bernama Buckminster Fuller.namun, struktur tersebut akhirnya memiliki julukan sebagai “bucky balls”.

Continue reading Harry Kroto, pemenang Nobel Kimia telah meninggal dunia