Posted on Leave a comment

Desain Baru dari Baterai Utama telah ditemukan

151029152629_1_900x600

Saat ini sudah semakin banyak teknologi yang kita gunakan dengan ukuran yang lebih kecil, semakin hari semakin kecil ukurannya. Misalnya saja seperti pemutar lagu di mana dulu masih menggunakan tape recorder, cd player atau yang lainnya kini dengan menggunakan mp3 player dan kartu memori yang sebesar kuku ibu jari manusia dewasa mampu menyimpan beratus-ratus lagu atau lebih. Namun, teknologi-teknologi tersebut pasti tidak dapat lepas oleh benda yang satu ini, yaitu baterai. Semua gadget-gadget bahkan mobil listrik dan peralatan lainnya selalu bergantung pada baterai. Tanpa baterai, semua teknologi tersebut tidak ada gunanya.

Kini para ilmuwan telah mengembangkan sebuah demonstran dari bateri litium oksigen dimana ia memiliki kepadatan energi yang sangat tinggi dengan tingkat efisiensi lebih dari 90 persen dan sampai saat ini mampu diisi ulang lebih dari 2000 kali.

Baterai Lithium oksigen atau biasa disebut sebagai baterai utama karena adanya kepadatan energi teoritis mereka yang sepuluh kali lebih besar dari bateri Lithium ion. Dengan adanya hal ini, tidak dapat dipungkiri kemungkinan baterai tersebut dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar minyak seperti halnya bensin. Namun, masih ada tantangan praktis yang perlu diatasi sebelum bateri oksigen menjadi energi alternatif.

Para peneliti dari University of Cambridge telah menunjukkan bagaimana mereka dapat mengatasi kendala-kendala tersebut dan mengembangkan demonstran berbasis laboratorium dengan kapasitas yang lebih tinggi, efisiensi dan stabilitas yang lebih baik daripada sebelumnya.

Dalam bentuk yang paling sederhana, baterai terbuat dari tiga komponen yaitu elektroda positif, elektroda negatif dan elektrolit. Hal ini telah disampaikan oleh Dr Tao Liu selaku penulis yang berasal dari Departemen Kimia.

Dalam baterai lithium ion (Li-ion) seperti pad baterai yang digunakan pada laptop maupun smartphone, elektroda negatif terbuat dari grafit, elektroda positif terbuat dari oksida logam, seperti lithium kobalt oksida, dan elektrolitnya adalah garam lithium yang dilarutkan dalam pelarut organik. Tindakan baterai tersebut tergantung pada pergerakan ion lithium antar eletroda. Baterai li-ion memang tergolong ringan, namun kapasitas mereka akan semakin memburuk seiring waktu dan kepadatan energinya relatig rendah sehingga harus lebih sering diisi ulang.

Selama beberapa dekade terakhir ini, para peneliti telah mengembangkan berbagai alternatif untuk baterai Li-ion, dan baterai lithium-oksigen memang dianggap paling baik dalam penyimpanan energi generasi berikutnya sebab kepadatan energinya sangat tinggi. Namun, pada usaha-usaha dari demonstran sebelumnya masih menghasilkan efisiensi yang rendah, tingkat kinerja yang masih mengecewakan, reaksi kimia yang tidak diinginkan dan hanya dapat berputar-putar di oksigen murni.

Apa Liu, Grey dan rekan-rekannya telah mengembangkannya dengan menggunkan bahan kimia yang berbeda dari upaya sebelumnya, mereka mengandalkan Lithium hidroksida (LiOH) bukan lithium peroksida (Li2O2). Dengan penambahan air dan penggunaan lithium iodida sebagai mediator mampu membuat baterai tersebut jauh lebih stabil setelah mengalami siklus pengisian dan pengosongan.

Dengan rekayasa struktur elektroda yang tepat, mereka mengubahnya ke dalam bentuk yang berpori dari graphene, menambahkan lithium iodida, dan mengubah susunan elektrolitnya. Mereka juga mampu mengurangi kesenjangan tegangan antara biaya dan debit untuk 0,2 volt. Sebuah celah tegangan kecil memiliki efisien yang lebih tinggi daripada versi sebelumnya.

Masalah lain yang harus dibenahi adalah menemukan cara untuk melindungi elektroda logam sehingga tidak membentuk serat logam yang dikenal dengan nama dendrit yang dapat menyebabkan baterai meledak jika mereka tumbuh terlalu banyak atau ketika mengalami arus pendek.

 

Sumber : sciencedaily.com

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.