Hidrogen memang adalah sumber bahan bakar yang menarik karena lebih mudah untuk dikonversi menjadi energi listrik, selain itu peran hidrogen sebagai energi listrik dapat mengurangi tingkat resiko dari efek rumah kaca. Sekelompol ahli kimia yang berasal dari University of Rochester mulai menambah daya tarik hidrogen tersebut dan meningkatkan energinya dengan basis cahaya hidrogen serta sistem produksi.
Proyek tersebut telah dilakukan oleh mahasiswa pascasarjana yang bernama Fen Qiu dan Zhiji Han serta dibimbing oleh profesor Patrick Holland, Todd Krauss, serta Richard Eisenberg. Proyek tersebut juga mendapat bantuan dana dari Departemen Energi Amerika Serikat dan akan diterbitkan pada akhir bulan ini di jurnal Science.
Para ahli kimia tersebut mengatakan bahwa proyek yang mereka kerjakan terkadang dianggap hal yang akan mengubah dunia karena proyek tersebut memang adalah sumber energi yang bebas karbon dan diharapkan dapat diaplikasikan dalam kendaraan serta kebutuhan listrik.
Namun, sehebat apa pun tetap saja proyek tersebut memiliki kelemahan yaitu adalah kurangnya daya tahan bahan tersebut untuk menyerap cahaya dari produksi hidrogen tersebut. Maka dari itulah, para ilmuwan Richester mengatasinya dengan cara menambahkan nanokristal dalam molekul hidrogen tersebut. Krauss yang telah berpengalaman di bidang nanokristal selama lebih dari 20 tahun mengatakan bahwa molekul organik umumnya digunakan untuk menangkap cahaya dalam sistem fotokatalitik.
Tracy H. Harris dan Richard Eisenberg juga telah menghasikan dua dekade untuk bekerja pada sistem energi surya. Dan mereka telah mengklaim bahwa proyek ini telah menghasilkan enam kali energi lebih besar daripada sebelumnya.
Para peneliti juga telah berhasil mengatasi kelemahan lain dari sistem fotokatalitik tradisional di mana orang-orang pada umumnya menggunakan katalis yang terbuat dari platina dan logam lainnya dengan harga yang cukup mahal. Namun, bagi Holland, ia dengan mudah menemukan logam yang ditemukan di bumi dan harganya juga cukup terjangkau, ditambah lagi rendah akan toksik, salah satunya adalah nikel.
Holland mengatakan bahwa proyek mereka masih berada dalam tahap penelitian dasar sehingga masih belum dapat untuk membandingkan biaya dalam produksi energi yang lainnya. Namun, sudah jelas biaya produksi energi yang satu ini terbilang lebih murah tiga kali lipat karena menggunakan bahan nikel dan tidak menggunakan platinum yang lebih mahal.
Holland menambahkan bahwa setiap industri tersebut membutuhkan sejumlah besar hidrogen yang akan menguntungkan, termasuk sebagai pupuk serta obat-obatan.
Proses yang dikembangkan oleh Eisenberg dan Krauss yang berasal dari Belanda ini tetap mirip dengan sistem fotokatalitik yang lainnnya, mereka tetap membutuhkan kromofor untuk dapat menyerap cahaya, katalis sebagai penggabung antara proton dan elektron dan yang terakhir adalah air. Krauss yang merupakan seorang ahli dalam nano kristalis menyediakan kadmium selenida (CdSe) dan nanokristal sebagai kromofor. Nanokristalis tersebut kemudian ditutup dengan DHLA atau dihyprolipoic acid agar larut dan juga asam askorbat yang ditambahkan ke air sebagai donor elektron.
Foton dari elektron tersebut memancarkan sumber cahaya di nanokristal dan mentransfernya ke katalis nikel. Ketika kedua elektron tersebut terbentuk, mereka menggabungkannya pada katalis dengan air dan proton agar tercipta sebuah molekul hidrogen (H2).
Proses tersebut telah memakan waktu yang cukup lama karena produksi hidrogen tersebut berlangsung selama dua minggu. Namun, hal tersebut bukanlah menjadi hambatan mereka untuk menciptakan produk terbaru mereka.
Sumber : sciencedaily.com