
1. Alasan Penggunaan
Ketika pertama kali terjadi peningkatan harga minyak secara drastis, manusia mulai mengembangkan sumber lain yang digunakan sebagai pembawa energi (bahan bakar). Selain masalah harga, tekanan masalah lingkugan tak kalah penting mengenai penggunaan lebih lanjut dari bahan bakar fosil ini. Dimulai sejak tahun 1970-an, penggunaan hidrogen (H2) sebagai bahan bakar mulai diselidiki secara serius. Hal ini diarenakan memiliki kelebihan dibandingkan bahan bakar fosil, diantaranya hasil pembakaran yang bersih, tidak beracun, serta produksinya sepenuhnya berasal dari sumber daya yang terbarukan. Perlahan tapi pasti, H2 diyakini akan menggantikan produksi dari bahan baku karbon fosil.
Jika dibandingkan, diantara semua bahan bakar, H2 memiliki nilai entalpi spesifik (nilai entalpi standar dibagi massa) paling tinggi. Hal ini menjadikan H2 menjadi bahan bakar yang sangat baik untuk aplikasi luar angkasa seperti roket. Namun pada kenyataannya, H2 juga mempunyai kepadatan energi yang sangat rendah (nilai entalpi standar dibagi volume). Hal tersebut merupakan jauh di bawah bahan bakar hidrokarbon.
Baca juga : proses pembuatan hidrogen
2. Sel Bahan Bakar Hidrogen
Hidrogen sangatlah jelas dapat menjadi bahan bakar yang sangat baik bagi kendaraan dengan sedikit masalah yang harus diselesaikan. Selain sebagai bahan bakar roket, H2 juga dapat dipilih untuk penggunaan lain. Sebagai contoh dalam mesin pembakaran internal konvensional, dengan sedikit modifikasi pada desain atau spesifikasinya. Akan tetapi, jika kita ingin menggunakannya dalam kendaraan, cara yang paling penting adalah dengan memanfaatkan reaksi hidrogen dalam sel bahan bakar. Cara tersebut akan menghasilkan listrik secara langsung. Output daya dari sel bahan bakar H2 efisien serta andal. Hal tersebut juga memungkinkan produksi H2 ‘di papan’ dengan mereformasi uap metanol, bahan bakar padat yang dapat diangkut dan hemat energi. Reaksi yang terjadi antara lain sebagai berikut:
CH3OG(g) + H20(g) ßà CO2(g) + 3H2(g) (a)
CH3OH(g) + 1/2O2(g) ßà CO2(g) + 2H2(g) (b)
Reaksi ini terjadi pada suhu berkisar antara 200 – 350 derajat celcius. Reaksi ini juga dikendalikan untuk memastikan bahwa panas yang dihasilkan oleh reaksi oksidasi eksotermik hanya mengimbangi yang diperlukan untuk reaksi dengan uap (a) dan penguapan semua komponen (b). Panas yang dihasilkan berlebih akan menghasilkan CO yang kemudian meracuni katalis Pt dari sel bahan bakar. Produk CO2 dan H2 dipisahkan dengan membran Pd.