Posted on Leave a comment

Mengenal Prinsip Kerja Baterai Natrium-Sulfur

Mengenal Prinsip Kerja Baterai Natrium-Sulfur

Baterai merupakan salah satu benda yang tak dapat lepas dari  kehidupan kita. Mesikipun kegunaannya yang sederhana, pengaruhnya sangat besar terhadap keberlangsungan aktivitas kita. Tak heran jika hampir di semua tempat kita akan selalu menemukan benda atau perangkat yang di dalamnya tersematkan baterai. Benda ini berfungsi sebagai sumber energi yang utama pada berbagai peralatan elektronik portabel. Selain itu, baterai juga dapat dijadikan media yang dapat mengubah suatu energi kimia yang terdapat dalam bahan aktif menjadi energi listrik secara langsung melalui reaksi reduksi dan oksidasi elektrokimia. Reaksi ini sering kita sebut sebagai reaksi redoks[1].

Baca juga: LOGAM HIDRIDA, SOLUSI BATERAI RAMAH LINGKUNGAN

Lithium vs Natrium

Saat ini, banyak sekali bahan yang digunakan dalam pembuatan baterai. Sebut saja lithium, logam ini memang sangat terkenal di kalangan perangkat elektronik. Jumlah baterai yang paling umum digunakan merupakan berbahan lithium. Namun di lain sisi, jumlah ketersediaan lithium di alam sangatlah terbatas. Hal ini menjadikan di masa yang akan datang, penerapan lithium sebagai teknologi akan dibatasi. Oleh karena itu, para peneliti mencari bahan lain yang dapat digunakan sebagai pengganti lithium, salah satunya adalah Natrium (Na).

Natrium ini sendiri memiliki kelebihan serta cukup menjanjikan sebaai alternatif energi pengganti lithium. Jumlahnya yang sangat melimpah di muka bumi akan menjadikannya lebih ekonomis dibandingkan baterai berbahan lithium. Beberapa penelitian terhadap penggunaan ion natrium juga telah diadakan sebelumnya. Beberapa diantaranya seperti NaPF6, NaClO4, NaTf, NaTFSi, Na2SO4, NaCF3SO3, dan NaPO3. Garam kompleks yang mengandung ion natrium ternyata memiliki nilai konduktivitas ionik yang lebih besar bila dibandingkan dengan ion lithium. Konduktivitas ion dari natrium sebesar 50,10 S cm2 mol-1, sedangkan ion lithium hanya sebesar 38,7 S cm2 mol-1. Nilai besar kecilnya konduktivitas ion bergantung kepada elektrolit yang digunakan[1].

Baterai natrium-sulfur

Reaksi natrium dengan belerang akan menghasilkan daya, sehingga daya tersebut dapat digunakan sebagai baterai. Jenis ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya kepadatan energinya tinggi, efisiensi untuk pengisian dan pengosongan yang sangat tinggi yaitu 90 persen, dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, dan yang paling penting adalah proses pembuatan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan yang murah. Logam natrium akan membentuk anoda dan terpisahkan dari katoda oleh suatu bahan elektrolit padat β-alumina. Katoda dalam hal iini adalah baja yang kontak dengan belerang yang diserap menjadi karbon yang memiliki pori.

Sodium β-alumina atau Natrium β-alumina merupakan suatu konduktor ionik, tetapi konduktor listrik yang buruk. Maka dari itu, haruslah diperhatikan agar tidak memakai baterai secara otomatis. Ketika baterai telah habis, Na akan melepaskan  elektronnya ke sirkuit eksternal, sementara ion Na+ yang terbentuk akan mengalami migrasi ke wadah belerang melalui Natrium β-alumina. Sedangkan proses di katoda, elektron yang berasal dari sirkuit eksternal tadi akan bereaksi dengan belerang sehingga membentuk natrium polisulfida, S22-. Secara keseluruhan, proses pengosongan baterai adalah sebagai berikut[2]:

2Na(l) + 4S(l) → Na2S4(l)                Ecell = 2.1 V

Pemanfaatan

Selama baterai melakukan pengisian, proses sebaliknya akan berlangsung dan sedikit kehilangan panas dalam sistem akan menjaganya pada suhu operasi 300-3500C. dikarenakan suhu pada saat operasi yang terbilang cukup tinggi dan sifat dari komponen baterainya yang sangat korosif, sel-sel baterai ini sangat cocok untuk aplikasi statis yang memiliki skala besar, tentunya bukan transportasi. Baterai natrium-belerang ini menawarkan sistem penyimpanan energi yang dapat digunakan bersama dengan pembangkit yang berasal dari energi terbarukanyang hanya beroperasi selama periode tertentu. Misalnya seperti pembangkit tenaga angin, fasilitas bertenaga gelombang, dan pembangkit listrik tenaga matahari. Di tempat yang berangin misalnya, baterai ini akan menyimpan energi pada waktu angin kencang tetapi permintaan daya sedang rendah. Energi yang tersimpan selanjutnya akan dikeluarkan dari baterai selama periode beban puncak terjadi[2].

Semoga bermanfaat.

 

Sumber:

[1] Priyambodo, D. R. (2017). Sintesis dan karakterisasi polimer elektrolit PEO/NaClO4/Fly AshPT. Twiji Kimia Mojokerto pada baterai ion natrium. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.

[2] Shirver. (2014). Inorganic Chemistry. New York: W.H. and Freeman Company

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.