Hachiko Menunggu Majikannya di Depan Stasiun Hingga Akhir Hayatnya



Kisah Hachiko adalah salah satu kisah yang paling menyentuh tentang kesetiaan. Ia adalah anjing yang tetap menunggu majikannya di depan stasiun, meskipun majikannya telah meninggal dunia. Kehidupan Hachiko diabadikan sebagai simbol kesetiaan dan kecintaan yang tak tergantikan.

Pengalaman Penulis di Stasiun Shibuya

Stasiun Kereta Api Shibuya adalah salah satu stasiun terbesar di Tokyo. Di sana, penulis merasa seperti orang asing yang tersesat dalam kota besar. Arus manusia berjalan cepat dan tertib, melewati platform dan eskalator untuk keluar dari stasiun. Di seberang pintu keluar, ada sejumlah petugas kereta api dengan seragam hitam yang bekerja seperti robot. Mereka hanya memotong karcis-karcis kecil yang mirip kartu domino, memperhatikan stasiun tujuan dan harga tiket yang dibayar.

Bila penumpang kurang membayar, mereka diberi isyarat untuk menambah 20 atau 30 yen. Umumnya, yang mengalami hal ini adalah orang asing yang tidak mampu membaca tarif. Setelah karcis digunting, penulis melihat ke atas untuk mencari pintu keluar yang tepat, apakah menuju selatan, utara, terminal bus, atau Hachiko crossing. Tidak ada penjelasan jelas apa itu Hachiko, tapi seorang profesor menjelaskan bahwa itu adalah nama seekor anjing.

“Namanya Hachi. Ko adalah kata kecil untuk menyebutnya,” kata Profesor Adachi. Penulis tercengang, karena tahu bahwa Hachiko bukanlah tempat, melainkan seekor anjing.

Asal Usul Hachiko

Hachiko adalah anjing ras Akita Inu, salah satu ras anjing tertua dan paling populer di Jepang. Ia lahir pada November 1923 di Kota Odate, prefektur Akita. Awalnya, Hachiko dianggap sudah mati ketika ditemukan. Namun, seorang profesor bernama Hidesaburo Ueno merawatnya hingga sembuh selama enam bulan. Ia diberi nama Hachi, sementara “Ko” adalah gelar kehormatan dari murid-murid sang profesor.

Baca Juga  Komposisi Kimia Susu

Setiap hari, Profesor Ueno pergi ke stasiun untuk bekerja. Hachiko selalu menemani, lalu pulang sendiri dan menunggu di depan stasiun sampai ia kembali. Ini dilakukannya bertahun-tahun tanpa pernah berhenti.

Pada 21 Mei 1921, Profesor Ueno meninggal dunia karena pendarahan otak. Meski baru diperlakukan selama 16 bulan, Hachiko tetap setia. Bahkan, ia mencium bau Ueno dan masuk ke dalam ruang tamu, lalu merangkak di bawah peti mati dan menolak untuk bergerak. Setelah beberapa bulan, Hachiko kembali ke daerah tempat tinggal mendiang majikannya dan terus menunggu di stasiun tanpa menghiraukan cuaca.

Kesetiaan yang Menarik Perhatian

Awalnya, karyawan stasiun melihat Hachiko sebagai pengganggu. Tapi seiring waktu, keberadaannya mulai menarik perhatian media. Pada Oktober 1932, koran harian Tokyo Asahi Shimbun menulis tentang kisah Hachiko. Dari situ, kisahnya mulai dikenal luas.

Stasiun mulai memberikan sumbangan makanan untuk Hachiko setiap hari. Ia akhirnya meninggal pada 8 Maret 1935. Pemakamannya menjadi halaman depan banyak surat kabar di Jepang. Hachiko dikubur di Pemakaman Aoyama bersama keluarga Profesor Ueno. Bahkan, para biksu Budha berdoa untuknya, dan pejabat banyak yang memberikan pujian.

Patung Hachiko dan Warisan Kesetiaan

Setelah kematiannya, warga Tokyo mengumpulkan uang untuk membuat patung Hachiko di taman dekat stasiun. Patung ini dibuat oleh seorang pemahat sukarela, menggunakan batu hitam dan ditempatkan di atas tonggak setinggi manusia. Orang-orang bisa mendekatinya dan meraba kakinya atau moncongnya.

Penulis sempat mengunjungi patung Hachiko di taman tersebut bersama teman. Benar-benar sebuah simbol kesetiaan yang tak tergantikan. Dari kisah Hachiko, kita belajar bahwa kesetiaan bisa mengajarkan nilai-nilai penting dalam hidup, seperti kepercayaan dan cinta.

AA1NW9Kl Hachiko Menunggu Majikannya di Depan Stasiun Hingga Akhir Hayatnya

unnamed Hachiko Menunggu Majikannya di Depan Stasiun Hingga Akhir Hayatnya

Leave a Reply