Prof Nuh: Perguruan Tinggi Belum Berdampak Nyata pada Masyarakat
Kritik terhadap Perguruan Tinggi yang Belum Memberikan Dampak Nyata
Di tengah berbagai pencapaian akademis yang diraih oleh perguruan tinggi, ada suara kritis dari seorang tokoh pendidikan. Prof Mohammad Nuh, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menyampaikan kritiknya terhadap universitas-universitas di Indonesia yang belum mampu memberikan dampak nyata bagi masyarakat sekitar, khususnya dalam mengentaskan kemiskinan.
Pernyataan ini disampaikan saat Prof Nuh menjadi pembicara dalam Konferensi Puncak Pendidikan Tinggi Indonesia (KPPTI) 2025 di Graha Unesa, Rabu (19/11). Menurutnya, banyak perguruan tinggi yang bangga dengan jumlah mahasiswa, fasilitas, dosen, lulusan cumlaude, dan publikasi Q1. Namun, kebanggaan tersebut tidak otomatis menjawab masalah yang ada di depan mata.
“Di sekitar ITS, Unair, ITB, masih ada warga miskin. Masih ada anak-anak yang belum menikmati pendidikan terbaik. Itu bukti bahwa impact-nya belum maksimal,” ujarnya.
Metrik Baru untuk Meningkatkan Dampak Perguruan Tinggi
Untuk mengatasi masalah ini, Mendiktisaintek dan MWA meluncurkan metrik baru bernama Commitment to Impactful Transformation in Society (COMMITS). Tujuan dari metrik ini adalah untuk mengubah budaya lama tridharma yang selama ini terkotak-kotak.
Dalam metrik tersebut, fokusnya adalah pada tradisi pengabdian masyarakat yang masih bersifat ‘event’ dan tidak terintegrasi dengan pendidikan serta penelitian. Bahkan, dalam penilaian karier dosen, kontribusi pengabdian disebut sebagai hal yang paling kecil, asalkan ada.
Menurut Prof Nuh, universitas harus beralih dari pola lama University 1.0 yang hanya mengejar input, menuju fase pengelolaan proses, menghasilkan output, lalu naik kelas ke ukuran impact.
“Yang kami ukur nanti bukan lagi jurnalnya, tapi berapa orang miskin yang dibebaskan kampus. Berapa UMKM yang naik kelas dari riset kampus,” katanya.
Komitmen untuk Membangun Dampak yang Nyata
COMMITS dirancang sebagai metrik untuk mengukur dampak tersebut. Program ini, kata Nuh, sudah mendapat respons positif dari Mendikstisdikti dan Ditjen Dikti, dan disiapkan sebagai gerakan nasional.
Sementara itu, Rektor ITS, Prof. Bambang Pramujati, menegaskan bahwa pengukuran dampak penting untuk memastikan aktivitas akademik tidak berhenti pada pencapaian administratif semata.
“Jangan-jangan yang kita lakukan selama ini ternyata tidak punya manfaat bagi masyarakat sekitar, bagi bangsa,” ujarnya.
COMMITS menjadi alat untuk membaca arah kerja kampus, bukan hanya kecepatannya.
“Kecepatan meneliti itu penting, tetapi arahnya juga harus benar. Menghubungkan kampus dengan masyarakat dan memberi kebermanfaatan,” ucapnya.
Harapan untuk Standar Nasional yang Mandiri
Dengan peluncuran resmi COMMITS di KPPTI 2025, ITS berharap metrik ini kelak berdiri sebagai lembaga mandiri berstandar nasional, bukan mengacu pada sistem pemeringkatan dari negara lain.
“Kami punya karakter sendiri, dan harus percaya diri membangunnya,” kata Nuh.
Program ini diproyeksikan menjadi standar baru dalam menilai kinerja perguruan tinggi. Bukan seberapa banyak publikasi, melainkan seberapa besar perubahan yang benar-benar dirasakan masyarakat.
- Laser show at Mi-Sci features Beatles, Rolling Stones - December 21, 2025
- 7 Fakta Menarik Rafflesia Hasseltii yang Ditemukan di Sumatra - December 21, 2025
- Apakah Kita Mengabaikan Peradaban Asing di Galaksi Jauh? Studi Baru Mengungkap Kemungkinan yang Mengejutkan! - December 21, 2025




Leave a Reply