Guru Abdul Muis Bantah Tuduhan Ambil Uang Iuran Sekolah SMAN 1 Luwu
Penjelasan Guru terkait Dugaan Gratifikasi
Setelah kembali mengajar setelah menjalani rehabilitasi, dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Abdul Muis Muharram dan Rasnal, kembali memberikan penjelasan terkait informasi yang selama ini berkembang mengenai dugaan gratifikasi yang menjerat mereka hingga berujung pada pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Dalam putusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya, keduanya disebut menerima bagian pribadi sebesar Rp 11.100.000 dari dana komite. MA menyebutkan bahwa Abdul Muis, selaku Wakil Kepala Sekolah sekaligus bendahara komite, bersama Kepala Sekolah Rasnal memungut iuran komite sekolah dari orangtua siswa sejak 2018-2021. Angka inilah yang, menurut Abdul Muis, sering dikira sebagai penerimaan rutin setiap bulan.
“Yang perlu diluruskan itu angka Rp 11.100.000 itu. Seakan-akan kami menerima itu per bulan. Padahal itu akumulasi insentif untuk tugas-tugas tambahan selama bertahun-tahun,” ujar Abdul Muis saat dikonfirmasi usai hari pertama kembali mengajar.
Rincian Insentif dari Orang Tua
Abdul Muis menjelaskan, insentif yang diterima guru bukan berasal dari permintaan pihak sekolah, melainkan hasil kesepakatan orang tua siswa dalam rapat komite. Para orang tua, kata dia, mengusulkan adanya insentif untuk wali kelas, petugas laboratorium, hingga wakil kepala sekolah (wakasek) yang memegang tanggung jawab tambahan.
“Wali kelas itu Rp 150.000 per bulan, humas dan wakasek Rp 200.000 per bulan. Cairnya per triwulan. Sebagai bendahara, uang jalan atau transportasi saya Rp 125.000 per bulan,” ucapnya.
Jika dihitung, kata dia, total insentif yang ia terima per triwulan adalah Rp 975.000, dikalikan empat triwulan dalam setahun, lalu dikalikan tiga setengah tahun.
“Polisi hanya memunculkan angka Rp 11.100.000 tanpa penjelasan lengkap. Jadinya seakan-akan kami menerima gratifikasi bulanan. Ini juga sudah terungkap di pengadilan,” kata Muis.
Ia menegaskan, insentif itu murni inisiatif para orang tua yang menilai guru menjalankan tugas tambahan yang menyita waktu dan tenaga.
“Orang tua siswa bilang: Yang penting anak kami diajar dengan baik, diurus dengan baik. Ini kami kasih insentif. Kami pun tidak pernah meminta,” tambahnya.
Ketua Komite: Orang Tua Justru Mengusulkan Rp 20.000
Ketua Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara, Muhammad Sufri Balanca, yang saat itu masih menjadi anggota komite, membenarkan bahwa insentif dan iuran komite telah dibahas bersama orang tua secara terbuka. Ia mengatakan tidak pernah ada penolakan dari orang tua siswa terkait besaran iuran komite. Bahkan ketika perhitungan komite menetapkan iuran hanya Rp 17.000 per bulan, para orang tua justru meminta dinaikkan menjadi Rp 20.000.
“Rp 20.000 itu tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Orangtua malah bilang cukupkan Rp 20.000 karena itu untuk kegiatan anak-anak mereka,” ujar Sufri.
Ia mengingat kembali saat pemeriksaan di Dinas Pendidikan, seorang ibu dari Desa Radda sempat memprotes keras penyidik yang mempersoalkan iuran tersebut.
“Dia bilang: Kenapa Bapak yang sewot kepada guru? Ini uang kami untuk kegiatan anak-anak kami. Jadi menurut saya, kasus ini memang terkesan dipaksakan,” ujar Sufri.
Dugaan Pemeriksaan yang Tidak Sesuai Kewenangan
Sufri juga mengungkap bahwa ketika berkas perkara disebut sudah P21 karena tidak ditemukan kerugian negara, muncul pemeriksaan tambahan dari Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten Luwu Utara. Padahal, katanya, otoritas pengawasan terkait sekolah menengah berada pada inspektorat provinsi.
“Namun polisi meminta pemeriksaan ke Bawasda kabupaten yang sebenarnya tidak berwenang. Dari situ keluar pernyataan bahwa ada indikasi kerugian negara,” ujarnya.
Ia menduga langkah itu dilakukan untuk tetap melanjutkan proses hukum terhadap kedua guru.
“Saya tidak tahu apa dosanya sehingga harus dipaksakan,” kata Sufri.
Kembali Mengajar Setelah Rehabilitasi
Rehabilitasi Presiden Prabowo Subianto pada pekan lalu telah memulihkan status keduanya menjadi ASN. Setelah dijemput secara haru oleh guru dan siswa pada Rabu (19/11/2025), Abdul Muis kini resmi kembali mengajar di SMA Negeri 1 Luwu Utara dan Rasnal di SMA Negeri 3 Luwu Utara.
Muis menegaskan bahwa selama proses hukum hingga PTDH dijatuhkan, dirinya tetap mengajar demi memenuhi kewajiban moral kepada siswa.
“Saya tetap mengajar, tidak pernah putus. Kami hanya ingin kebenaran dilihat apa adanya. Dari dulu kami tidak pernah mengambil hak orang,” ujarnya.
Divonis 1 Tahun Penjara
MA menjatuhkan pidana penjara 1 tahun kepada Abdul Muis dan Rasnal, karena menganggap keduanya melakukan tindakan korupsi. Dalam salinan putusan kasasi MA nomor 4999 K/Pid.Sus/2023, MA menilai, kedua guru itu mengantongi Rp 11 juta dari Rp 770 juta uang iuran yang dikumpulkan dari untuk membantu guru honorer.
MA juga menyebutkan bahwa siswa yang tidak membayar iuran komite sekolah tidak mendapatkan kartu ujian semester. Tindakan ini melanggar Peraturan Mendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa Anggota Komite Sekolah tidak boleh berasal dari unsur pendidik atau tenaga kependidikan.
Atas dasar itulah, Rasnal dan Abdul Muis dianggap bersalah dan dijatuhi hukuman pidana. Keduanya juga terbukti melanggar Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Putusan MA ini membatalkan putusan PN Makassar yang membebaskan keduanya. Keduanya juga sudah menjalani hukuman penjara.
- Guru Abdul Muis Bantah Tuduhan Ambil Uang Iuran Sekolah SMAN 1 Luwu - December 13, 2025
- Lari 5K Gaya Hidup Sehat ke-10 akan diadakan pada 18 Oktober di Mobile - December 13, 2025
- The science of sexual healing - December 13, 2025




Leave a Reply