Guru Abdul Muis Bantah Tuduhan Ambil Uang Iuran Sekolah

Perjalanan Kembali Mengajar Setelah Pemulihan Status

Setelah menjalani rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto, dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Abdul Muis Muharram dan Rasnal, kembali melanjutkan tugasnya sebagai pendidik. Mereka kembali mengajar setelah sebelumnya diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) akibat dugaan gratifikasi yang menimpa mereka. Dalam putusan Mahkamah Agung (MA), keduanya disebut menerima bagian pribadi sebesar Rp 11.100.000 dari dana komite sekolah. Namun, mereka memperjelas bahwa angka tersebut bukanlah penerimaan rutin per bulan, melainkan hasil akumulasi insentif untuk tugas tambahan selama beberapa tahun.

Penjelasan tentang Insentif yang Diterima

Abdul Muis menjelaskan bahwa insentif yang diterima bukan berasal dari permintaan pihak sekolah, melainkan kesepakatan para orang tua siswa dalam rapat komite. Para orang tua, kata dia, mengusulkan adanya insentif untuk wali kelas, petugas laboratorium, hingga wakil kepala sekolah (wakasek) yang memiliki tanggung jawab tambahan.

“Wali kelas itu Rp 150.000 per bulan, humas dan wakasek Rp 200.000 per bulan. Cairnya per triwulan. Sebagai bendahara, uang jalan atau transportasi saya Rp 125.000 per bulan,” jelas Abdul Muis.

Jika dihitung, total insentif yang ia terima per triwulan adalah Rp 975.000. Jika dikalikan empat triwulan dalam setahun dan tiga setengah tahun, jumlahnya mencapai Rp 11.100.000. “Polisi hanya memunculkan angka ini tanpa penjelasan lengkap. Jadinya seakan-akan kami menerima gratifikasi bulanan. Ini juga sudah terungkap di pengadilan,” tambahnya.

Inisiatif Orang Tua dalam Pengaturan Insentif

Ketua Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara, Muhammad Sufri Balanca, membenarkan bahwa insentif dan iuran komite telah dibahas bersama orang tua secara terbuka. Ia menyatakan bahwa tidak pernah ada penolakan dari orang tua siswa terkait besaran iuran komite. Bahkan, ketika perhitungan komite menetapkan iuran hanya Rp 17.000 per bulan, para orang tua justru meminta dinaikkan menjadi Rp 20.000.

Baca Juga  Kunci Jawaban PJOK Kelas 4 SD Halaman 36 Bab 1: Refleksi

“Rp 20.000 itu tidak lebih mahal dari sebungkus rokok. Orangtua malah bilang cukupkan Rp 20.000 karena itu untuk kegiatan anak-anak mereka,” ujar Sufri.

Ia juga mengingat kembali saat pemeriksaan di Dinas Pendidikan, seorang ibu dari Desa Radda sempat memprotes keras penyidik yang mempersoalkan iuran tersebut. “Dia bilang: Kenapa Bapak yang sewot kepada guru? Ini uang kami untuk kegiatan anak-anak kami. Jadi menurut saya, kasus ini memang terkesan dipaksakan,” katanya.

Dugaan Pemeriksaan yang Tidak Sesuai Kewenangan

Sufri juga mengungkap bahwa ketika berkas perkara disebut sudah P21 karena tidak ditemukan kerugian negara, muncul pemeriksaan tambahan dari Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Kabupaten Luwu Utara. Padahal, otoritas pengawasan terkait sekolah menengah berada pada inspektorat provinsi.

“Namun polisi meminta pemeriksaan ke Bawasda kabupaten yang sebenarnya tidak berwenang. Dari situ keluar pernyataan bahwa ada indikasi kerugian negara,” ujarnya.

Menurut Sufri, langkah ini dilakukan untuk tetap melanjutkan proses hukum terhadap kedua guru. “Saya tidak tahu apa dosanya sehingga harus dipaksakan,” tambahnya.

Kembali Mengajar Setelah Rehabilitasi

Rehabilitasi Presiden Prabowo Subianto pada pekan lalu telah memulihkan status keduanya menjadi ASN. Setelah dijemput secara haru oleh guru dan siswa pada Rabu (19/11/2025), Abdul Muis kini resmi kembali mengajar di SMA Negeri 1 Luwu Utara dan Rasnal di SMA Negeri 3 Luwu Utara.

Muis menegaskan bahwa selama proses hukum hingga PTDH dijatuhkan, dirinya tetap mengajar demi memenuhi kewajiban moral kepada siswa. “Saya tetap mengajar, tidak pernah putus. Kami hanya ingin kebenaran dilihat apa adanya. Dari dulu kami tidak pernah mengambil hak orang,” ujarnya.

Putusan MA dan Dampak Hukuman

MA menjatuhkan pidana penjara 1 tahun kepada Abdul Muis dan Rasnal, karena menganggap keduanya melakukan tindakan korupsi. Dalam salinan putusan kasasi MA nomor 4999 K/Pid.Sus/2023, MA menilai, kedua guru itu mengantongi Rp 11 juta dari Rp 770 juta uang iuran yang dikumpulkan dari orang tua siswa untuk membantu guru honorer.

Baca Juga  Kunci Jawaban Post Test PSE 2 Modul PPG 2025 Tahap 3, Skor Maksimal 25/25

Selain itu, MA menyebutkan bahwa siswa yang tidak membayar iuran komite sekolah tidak mendapatkan kartu ujian semester. Tindakan ini melanggar Peraturan Mendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016 yang menyebutkan bahwa Anggota Komite Sekolah tidak boleh berasal dari unsur pendidik atau tenaga kependidikan.

Atas dasar itulah, Rasnal dan Abdul Muis dianggap bersalah dan dijatuhi hukuman pidana. Keduanya juga terbukti melanggar Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Putusan MA ini membatalkan putusan PN Makassar yang membebaskan keduanya. Keduanya juga sudah menjalani hukuman penjara.

unnamed Guru Abdul Muis Bantah Tuduhan Ambil Uang Iuran Sekolah