WHO Sebut 5,6 Miliar Orang Berisiko Tertular Dengue dan Arbovirus Lainnya



Bisakimia,

JAKARTA – Infeksi dengue masih menjadi beban berat bagi masyarakat di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan krisis kesehatan yang serius, tekanan ekonomi, serta gangguan sosial. Dalam beberapa dekade terakhir, angka kasus dengue meningkat secara signifikan. Pada tahun 2000, jumlah kasus yang dilaporkan ke Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 505.430 kasus, sedangkan pada tahun 2024, angka tersebut meningkat menjadi 14,6 juta.

Data terbaru menunjukkan bahwa sekitar 5,6 miliar orang berisiko terinfeksi dengue dan arbovirus lainnya. Dengue disebabkan oleh virus dengue (DENV), yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang terinfeksi. Penyakit ini lebih umum di daerah beriklim tropis dan subtropis. Banyak orang yang mengalami dengue tidak menunjukkan gejala atau hanya memiliki gejala ringan. Namun, gejala paling umum mencakup demam tinggi, sakit kepala, nyeri badan, nyeri sendi, mual, muntah, dan ruam kulit.

Virus dengue terdiri dari empat jenis/serotipe. Oleh karena itu, seseorang dapat terinfeksi lebih dari sekali, dan infeksi kedua bisa memperparah gejala. Data dari Kementerian Kesehatan RI mencatat hingga 22 September 2025, terdapat 115.138 kasus dengue nasional dengan 479 kematian. Sebanyak 57 persen kasus terjadi di Pulau Jawa, menunjukkan konsentrasi tinggi penyakit di wilayah dengan populasi padat.

DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan mobilitas penduduk tinggi, membutuhkan strategi pengendalian yang lebih kuat untuk melindungi masyarakat. drg. Ani Ruspitawati, M.M., Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, diwakili oleh dr. Ovi Norfiana, M.K.M., Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, menjelaskan bahwa dengue adalah tantangan kesehatan yang terus dihadapi setiap tahun.

Pada tahun ini saja, DKI Jakarta mencatat 7.274 kasus dengue dengan 12 kematian hingga tanggal 22 September. Untuk mengendalikan penyakit ini, pemerintah telah melakukan berbagai langkah, seperti program 3M Plus dan G1R1J edukasi masyarakat. Selain itu, intervensi berbasis teknologi juga dilakukan.

Baca Juga  Terobosan Medis: Embrio Bayi Dibuat dari Sel Kulit

Salah satu inovasi yang diterapkan adalah implementasi Wolbachia di Jakarta Barat, yang menjadi pilot project untuk memutus rantai penularan virus dengue. Inisiatif ini menunjukkan bagaimana strategi berbasis sains dapat mendukung upaya konvensional. Namun, pengendalian dengue membutuhkan pendekatan terintegrasi.

Untuk memberikan perlindungan optimal, diperlukan pendekatan inovatif. Oleh karena itu, DKI Jakarta bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dalam vaksinasi dengue dan pemantauan aktif di Jakarta Selatan sebagai langkah pelengkap. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan semakin memperkuat upaya perlindungan dan membuka jalan bagi masyarakat Jakarta untuk merasakan manfaat dari inovasi kesehatan.

Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K), Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap dengue. Ia menjelaskan bahwa penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia, lokasi, atau gaya hidup. Bahaya dengue tidak hanya terjadi saat musim hujan, tetapi juga sepanjang tahun.

Melalui pemantauan aktif vaksinasi dengue pada anak Sekolah Dasar di Jakarta Selatan, FKUI bersama Dinkes Provinsi DKI Jakarta dengan dukungan Takeda berupaya menghadirkan mekanisme pemantauan efektivitas vaksin yang lebih sistematis. Kegiatan ini akan dilakukan juga di Palembang dan Banjarmasin.

Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, Dekan FKUI, menegaskan komitmen FKUI dalam pelayanan kepada masyarakat. dr. Fadjar Surya Mensing Silalahi, Plh. Direktur Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menyatakan bahwa upaya pengendalian dengue di Indonesia terus diperkuat.

Kementerian Kesehatan telah menetapkan Strategi Nasional Penanggulangan Dengue (STRANAS) 2021–2025 sebagai acuan bersama dalam menekan angka kesakitan dan kematian akibat dengue. Keberhasilan strategi ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga perlu dukungan dari akademisi, sektor swasta, dan masyarakat.

Baca Juga  Kurang tidur dapat mempercepat penuaan otak, menurut penelitian

dr. Arif Abdillah, Head of Medical Affairs Takeda, menyatakan bahwa Takeda memiliki komitmen jangka panjang dalam mendukung Indonesia melawan dengue. “Kami percaya bahwa peningkatan kesadaran publik tentang bahaya dengue, disertai kerja sama lintas sektor yang erat, merupakan fondasi penting untuk mencapai nol kematian akibat dengue pada tahun 2030,” ujarnya.

unnamed WHO Sebut 5,6 Miliar Orang Berisiko Tertular Dengue dan Arbovirus Lainnya

Leave a Reply