Contoh Studi Kasus PPG PAI 2025: Tantangan Penilaian Pembelajaran
Studi Kasus PPG Kemenag 2025 Mata Pelajaran PAI
Bagi Anda yang membutuhkan referensi studi kasus PPG Kemenag 2025 mata pelajaran PAI, berikut adalah contoh yang bisa menjadi panduan. Studi kasus ini mencakup berbagai aspek seperti masalah pembelajaran, solusi yang diterapkan, dampak dari solusi tersebut, serta hikmah yang didapat.
Masalah Pembelajaran
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di kelas, guru menghadapi kendala dalam melakukan penilaian pembelajaran yang menyeluruh. Selama ini, penilaian lebih banyak difokuskan pada aspek kognitif melalui tes tertulis berupa pilihan ganda dan isian singkat. Akibatnya, aspek sikap dan keterampilan yang seharusnya menjadi bagian penting dalam pembelajaran PAI kurang terpantau.
Guru kesulitan menilai perilaku peserta didik dalam menerapkan nilai-nilai akhlak di kelas maupun di luar kelas. Selain itu, guru merasa waktu terbatas untuk melakukan observasi sikap karena jumlah siswa yang banyak dan jadwal mengajar yang padat. Kondisi ini membuat hasil penilaian tidak sepenuhnya mencerminkan perkembangan karakter dan spiritual siswa. Beberapa siswa yang sebenarnya berperilaku baik kurang mendapat apresiasi, sementara yang lain hanya dinilai dari hasil tes tertulis.
Solusi dari Masalah Tersebut
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru mulai menerapkan penilaian autentik yang mencakup tiga aspek: pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Guru menyusun rubrik penilaian sikap yang sederhana namun jelas, dengan indikator seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian. Setiap minggu, guru mencatat perilaku siswa berdasarkan observasi selama kegiatan belajar mengajar maupun kegiatan keagamaan di sekolah, seperti salat berjamaah dan tadarus.
Selain itu, guru menggunakan jurnal refleksi diri, di mana siswa menuliskan pengalaman mereka menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian keterampilan dilakukan melalui proyek sederhana, misalnya membuat video pendek tentang perilaku akhlakul karimah atau praktik membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar. Guru juga melibatkan rekan sejawat dan wali kelas dalam memberikan masukan terhadap penilaian sikap siswa agar hasilnya lebih objektif.
Dampak dari Solusi Tersebut
Setelah penerapan sistem penilaian autentik, guru memperoleh gambaran yang lebih utuh tentang perkembangan peserta didik. Siswa tidak lagi merasa dinilai hanya dari ujian tulis, tetapi juga dari sikap dan perilaku nyata mereka. Hal ini menumbuhkan motivasi siswa untuk berperilaku lebih baik dan berakhlak mulia, karena mereka menyadari bahwa perilaku positif akan mendapat apresiasi.
Guru juga merasa lebih mudah dalam memberikan umpan balik yang konstruktif, baik kepada siswa maupun kepada orang tua. Hasil penilaian menjadi lebih bermakna karena menggambarkan keseimbangan antara aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Selain itu, hubungan antara guru dan siswa menjadi lebih dekat karena adanya komunikasi reflektif melalui jurnal siswa.
Hikmah yang Didapat
Guru menyadari bahwa penilaian dalam PAI tidak hanya mengukur apa yang diketahui siswa, tetapi juga bagaimana mereka mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Penilaian autentik menuntut guru untuk lebih sabar, jujur, dan adil dalam menilai setiap peserta didik. Guru juga belajar bahwa apresiasi terhadap perilaku baik siswa dapat menjadi motivasi kuat untuk menumbuhkan karakter Islami.
Hikmah yang didapat adalah bahwa penilaian yang baik bukan hanya menghasilkan angka, tetapi membentuk akhlak dan kepribadian mulia sesuai dengan tujuan utama Pendidikan Agama Islam itu sendiri.
- Narasumber PAB Labs UIN Raden Fatah: Mahasiswa Harus Adaptif di Era Kompetitif - October 26, 2025
- OR Mengundang Mahasiswa ASEAN ke Kemah Pemimpin Masa Depan - October 26, 2025
- Prof. FG Winarno, Dokter Hewan dan Bapak Teknologi Pangan Indonesia - October 26, 2025



Leave a Reply